1. Pakaian Wanita Islam
Islam mengharamkan perempuan memakai
pakaian yang membentuk dan tipis sehingga nampak kulitnya. Termasuk diantaranya
ialah pakaian yang dapat mempertajam bagian-bagian tubuh, khususnya
tempat-tempat yang membawa fitnah, seperti: buah dada, paha, dan
sebagainya.
Dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah, Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (l) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka ini tidak akan bisa masuk sorga, dan tidak akan mencium bau sorga, padahal bau sorga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian." (Riwayat Muslim, Babul Libas)
Mereka dikatakan berpakaian, karena
memang mereka itu melilitkan pakaian pada tubuhnya, tetapi pada hakikatnya
pakaiannya itu tidak berfungsi menutup aurat, karena itu mereka dikatakan
telanjang, karena pakaiannya terlalu tipis sehingga dapat memperlihatkan kulit
tubuh, seperti kebanyakan pakaian perempuan sekarang ini.
Bukhtun adalah salah satu macam daripada
unta yang mempunyai kelasa (punuk) besar; rambut orang-orang perempuan seperti
punuk unta tersebut karena rambutnya ditarik ke atas.
Dibalik keghaiban ini, seolah-olah
Rasulullah melihat apa yang terjadi di zaman sekarang ini yang kini diwujudkan
dalam bentuk penataan rambut, dengan berbagai macam mode dalam salon-salon
khusus, yang biasa disebut salon kecantikan, dimana banyak sekali laki-laki yang
bekerja pada pekerjaan tersebut dengan upah yang sangat
tinggi.
Tidak cukup sampai di situ saja, banyak
pula perempuan yang merasa kurang puas dengan rambut asli pemberian Allah. Untuk
itu mereka belinya rambut palsu yang disambung dengan rambutnya yang asli,
supaya nampak lebih menyenangkan dan lebih cantik, sehingga dengan demikian dia
akan menjadi perempuan yang menarik dan memikat hati.
Satu hal yang sangat mengherankan,
justru persoalan ini sekarang sering dikaitkan dengan masalah penjajahan politik
dan kejatuhan moral, dan ini dapat dibuktikan oleh suatu kenyataan yang terjadi,
dimana para penjajah politik itu dalam usahanya untuk menguasai rakyat sering
menggunakan sesuatu yang dapat membangkitkan syahwat dan untuk dapat mengalihkan
pandangan manusia, dengan diberinya kesenangan yang kiranya dengan kesenangannya
itu manusia tidak lagi mau memperhatikan persoalannya yang lebih
umum.
2. Laki-Laki Menyerupai Perempuan dan Perempuan Menyerupai Laki-Laki
Rasulullah s.a.w. pernah mengumumkan,
bahwa perempuan dilarang memakai pakaian laki-laki dan laki-laki dilarang
memakai pakaian perempuan.15 Disamping itu
beliau melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang
menyerupai laki-laki.16 Termasuk
diantaranya, ialah tentang bicaranya, geraknya, cara berjalannya, pakaiannya,
dan sebagainya.
Sejahat-jahat bencana yang akan
mengancam kehidupan manusia dan masyarakat, ialah karena sikap yang abnormal dan
menentang tabiat. Sedang tabiat ada dua: tabiat laki-laki dan tabiat perempuan.
Masing-masing mempunyai keistimewaan tersendiri. Maka jika ada laki-laki yang
berlagak seperti perempuan dan perempuan bergaya seperti laki-laki, maka ini
berarti suatu sikap yang tidak normal dan meluncur ke bawah.
Rasulullah s.a.w. pernah menghitung
orang-orang yang dilaknat di dunia ini dan disambutnya juga oleh Malaikat,
diantaranya ialah laki-laki yang memang oleh Allah dijadikan betul-betul
laki-laki, tetapi dia menjadikan dirinya sebagai perempuan dan menyerupai
perempuan; dan yang kedua, yaitu perempuan yang memang dicipta oleh Allah
sebagai perempuan betul-betul, tetapi kemudian dia menjadikan dirinya sebagai
laki-laki dan menyerupai orang laki-laki (Hadis Riwayat Thabarani). Justru itu
pulalah, maka Rasulullah s.a.w. melarang laki-laki memakai pakaian yang dicelup
dengan 'ashfar (zat warna berwarna kuning yang biasa dipakai untuk mencelup
pakaian-pakaian wanita di zaman itu).
Ali r.a. mengatakan:
"Rasulullah s. a. w. pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakaian sutera dan pakaian yang dicelup dengan 'ashfar" (Hadis Riwayat Thabarani)
Ibnu Umar pun pernah
meriwayatkan:
"Bahwa Rasulullah s.a.w. pernah melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup dengan 'ashfar, maka sabda Nabi: 'Ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh karena itu jangan kamu pakai dia.'"
3. Pakaian Untuk Berfoya-foya dan Kesombongan
Ketentuan secara umum dalam hubungannya
dengan masalah menikmati hal-hal yang baik, yang berupa makanan, minuman ataupun
pakaian, yaitu tidak boleh berlebih-lebihan dan untuk
kesombongan.
Berlebih-lebihan, yaitu melewati batas
ketentuan dalam menikmati yang halal. Dan yang disebut kesombongan, yaitu erat
sekali hubungannya dengan masalah niat, dan hati manusia itu berkait dengan
masalah yang zahir. Dengan demikian apa yang disebut kesombongan itu ialah
bermaksud untuk bermegah-megah dan menunjuk-nunjukkan serta menyombongkan diri
terhadap orang lain. Padahal Allah samasekali tidak suka terhadap orang yang
sombong.
Seperti firmanNya:
"Allah tidak suka kepada setiap orang yang angkuh dan sombong." (al-Hadid: 23)
Dan Rasulullah s.a.w. juga
bersabda:
"Barangsiapa melabuhkan kainnya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya nanti di hari kiamat." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Kemudian agar setiap muslim dapat
menjauhkan diri dari hal-hal yang menyebabkan kesombongan, maka Rasulullah
s.a.w. melarang berpakaian yang berlebih-lebihan, dimana hal tersebut akan dapat
menimbulkan perasaan angkuh, membanggakan diri pada orang lain dengan
bentuk-bentuk lahiriah yang kosong itu.
Di dalam hadisnya, Rasulullah s.a.w.
bersabda sebagai berikut,
"Barangsiapa memakai pakaian yang berlebih-lebihan, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan nanti di hari kiamat." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Nasa'i dan Ibnu Majah dengan sanad yang dipercaya)
Ada seorang laki-laki bertanya kepada
Ibnu Umar tentang pakaian apa yang harus dipakainya? Maka jawab Ibnu Umar:
"yaitu pakaian yang kiranya kamu tidak akan dihina oleh orang-orang bodoh dan
tidak dicela oleh kaum filsuf." (Riwayat Thabarani)
4. Berlebih-Lebihan Dalam Berhias dengan Mengubah Ciptaan Allah
Islam menentang sikap berlebih-lebihan
dalam berhias sampai kepada suatu batas yang menjurus kepada suatu sikap
mengubah ciptaan Allah yang oleh al-Quran dinilai, bahwa mengubah ciptaan Allah
itu sebagai salah satu ajakan syaitan kepada pengikut-pengikutnya, dimana
syaitan akan berkata kepada pengikutnya itu sebagai berikut:
"Sungguh akan kami pengaruhi mereka itu, sehingga mereka mau mengubah ciptaan Allah." (an-Nisa': 119)
5. Tatoo, Kikir Gigi dan Operasi Kecantikan Hukumnya Haram
Mentatoo badan dan mengikir gigi adalah
perbuatan yang dilaknat oleh Rasulullah s.a.w., seperti tersebut dalam
hadisnya:
"Rasulullah s.a.w. melaknat perempuan yang mentatoo dan minta ditatoo, dan yang mengikir gigi dan yang minta dikikir giginya." (Riwayat Thabarani)
Tatoo, yaitu memberi tanda pada muka dan
kedua tangan dengan warna biru dalam bentuk ukiran. Sebagian orang-orang Arab,
khususnya kaum perempuan, mentatoo sebagian besar badannya. Bahkan sementara
pengikutpengikut agama membuatnya tatoo dalam bentuk persembahan dan
lambang-lambang agama mereka, misalnya orang-orang Kristen melukis salib di
tangan dan dada mereka.
Perbuatan-perbuatan yang rusak ini
dilakukan dengan menyiksa dan menyakiti badan, yaitu dengan menusuk-nusukkan
jarum pada badan orang yang ditatoo itu.
Semua ini menyebabkan laknat, baik
terhadap yang mentatoo ataupun orang yang minta ditatoo.
Dan yang disebut mengikir gigi, yaitu
merapikan dan memendekkan gigi. Biasanya dilakukan oleh perempuan. Karena itu
Rasulullah melaknat perempuan-perempuan yang mengerjakan perbuatan ini (tukang
kikir) dan minta supaya dikikir.
Kalau ada laki-laki yang berbuat
demikian, maka dia akan lebih berhak mendapat laknat.
Termasuk diharamkan seperti halnya
mengikir gigi, yaitu menjarangkan gigi. Dalam hal ini Rasulullah pernah
melaknatnya, yaitu seperti tersebut dalam hadisnya:
"Dilaknat perempuan-perempuan yang menjarangkan giginya supaya menjadi cantik, yang mengubah ciptaan Allah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Yang disebut al-Falaj, yaitu meletakkan
sesuatu di sela-sela gigi, supaya nampak agak sedikit jarang. Di antara
perempuan memang ada yang oleh Allah dicipta demikian, tetapi ada juga yang
tidak begitu. Kemudian dia meletakkan sesuatu di sela-sela gigi yang berhimpitan
itu, supaya giginya menjadi jarang. Perbuatan ini dianggap mengelabui orang lain
dan berlebih-lebihan dalam berhias yang samasekali bertentangan dengan jiwa
Islam yang sebenarnya.
Dari hadis-hadis yang telah kita
sebutkan di atas, maka kita dapat mengetahui tentang hukum operasi kecantikan
seperti yang terkenal sekarang karena perputaran kebudayaan badan dan syahwat,
yakni kebudayaan Barat materialistis, sehingga banyak sekali perempuan dan
laki-laki yang mengorbankan uangnya beratus bahkan beribu-ribu untuk mengubah
bentuk hidung, payudara atau yang lain. Semua ini termasuk yang dilaknat Allah
dan RasulNya, karena di dalamnya terkandung penyiksaan dan perubahan bentuk
ciptaan Allah tanpa ada suatu sebab yang mengharuskan untuk berbuat demikian,
melainkan hanya untuk pemborosan dalam hal-hal yang bersifat show dan lebih
mengutamakan pada bentuk, bukan inti; lebih mementingkan jasmani daripada
rohani.
Adapun kalau ternyata orang tersebut
mempunyai cacat yang kiranya akan dapat menjijikkan pandangan, misalnya karena
ada daging tambah yang dapat menimbulkan sakit secara perasaan ataupun secara
kejiwaan kalau daging lebih itu dibiarkan, maka waktu itu tidak berdosa orang
untuk berobat selama untuk tujuan demi menghilangkan penyakit yang bersarang dan
mengancam hidupnya. Karena Allah tidak menjadikan agama buat kita ini dengan
penuh kesukaran.17
Barangkali yang memperkuat permasalahan
tersebut di atas, yaitu tentang hadis "dilaknat perempuan-perempuan yang
menjarangkan giginya supaya cantik" seperti tersebut di atas. Dari hadis itu
pula dapat difahamkan, bahwa yang tercela itu ialah perempuan yang mengerjakan
hal tersebut semata-mata untuk tujuan keindahan dan kecantikan yang dusta.
Tetapi kalau hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan penyakit
atau bahaya yang mengancam, maka sedikitpun tidak ada halangan. Wallahu
a'lam!
6. Menipiskan Alis
Salah satu cara berhias yang
berlebih-lebihan yang diharamkan Islam, yaitu mencukur rambut alis mata untuk
ditinggikan atau disamakan. Dalam hal ini Rasulullah pernah melaknatnya, seperti
tersebut dalam hadis:
"Rasulullah s.a.w. melaknat perempuan-perempuan yang mencukur alisnya atau minta dicukurkan alisnya." (Riwayat Abu Daud, dengan sanad yang hasan. Demikian menurut apa yang tersebut dalam Fathul Baari)
Sedang dalam Bukhari
disebut:
Rasulullah s.a.w. melaknat
perempuan-perempuan yang minta dicukur alisnya.
Lebih diharamkan lagi, jika mencukur
alis itu dikerjakan sebagai simbol bagi perempuan-perempuan
cabul.
Sementara ulama madzhab Hanbali
berpendapat, bahwa perempuan diperkenankan mencukur rambut dahinya, mengukir,
memberikan cat merah (make up) dan meruncingkan ujung matanya, apabila dengan
seizin suami, karena hal tersebut termasuk berhias.
Tetapi oleh Imam Nawawi diperketat,
bahwa mencukur rambut dahi itu samasekali tidak boleh. Dan dibantahnya dengan
membawakan riwayat yang tersebut dalam Sunan Abu Daud: Bahwa yang disebut
namishah (mencukur alis) sehingga tipis sekali. Dengan demikian tidak termasuk
menghias muka dengan menghilangkan bulu-bulunya.
Imam Thabari meriwayatkan dari isterinya
Abu Ishak, bahwa satu ketika dia pernah ke rumah Aisyah, sedang isteri Abu Ishak
adalah waktu itu masih gadis nan jelita. Kemudian dia bertanya: Bagaimana
hukumnya perempuan yang menghias mukanya untuk kepentingan suaminya? Maka jawab
Aisyah: Hilangkanlah kejelekan-kejelekan yang ada pada kamu itu sedapat
mungkin.18
7. Menyambung Rambut
Termasuk perhiasan perempuan yang
terlarang ialah menyambung rambut dengan rambut lain, baik rambut itu asli atau
imitasi seperti yang terkenal sekarang ini dengan nama wig.
Imam Bukhari meriwayatkan dari jalan
Aisyah, Asma', Ibnu Mas'ud, Ibnu Umar dan Abu Hurairah sebagai
berikut:
"Rasulullah s.a.w. melaknat perempuan yang menyambung rambut atau minta disambungkan rambutnya."
Bagi laki-laki lebih diharamkan lagi,
baik dia itu bekerja sebagai tukang menyambung seperti yang dikenal sekarang
tukang rias ataupun dia minta disambungkan rambutnya, jenis perempuan-perempuan
wadam (laki-laki banci) seperti sekarang ini.
Persoalan ini oleh Rasulullah s.a.w,
diperkeras sekali dan digiatkan untuk memberantasnya. Sampai pun terhadap
perempuan yang rambutnya gugur karena sakit misalnya, atau perempuan yang hendak
menjadi pengantin untuk bermalam pertama dengan suaminya, tetap tidak boleh
rambutnya itu disambung.
Aisyah meriwayatkan:
"Seorang perempuan Anshar telah kawin, dan sesungguhnya dia sakit sehingga gugurlah rambutnya, kemudian keluarganya bermaksud untuk menyambung rambutnya, tetapi sebelumnya mereka bertanya dulu kepada Nabi, maka jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambung rambutnya." (Riwayat Bukhari)
Asma' juga pernah
meriwayatkan:
"Ada seorang perempuan bertanya kepada Nabi s.a.w.: Ya Rasulullah, sesungguhnya anak saya terkena suatu penyakit sehingga gugurlah rambutnya, dan saya akan kawinkan dia apakah boleh saya sambung rambutnya? Jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambungkan rambutnya." (Riwayat Bukhari)
Said bin al-Musayib
meriwayatkan:
"Muawiyah datang ke Madinah dan ini merupakan kedatangannya yang paling akhir di Madinah, kemudian ia bercakap-cakap dengan kami. Lantas Muawiyah mengeluarkan satu ikat rambut dan ia berkata: Saya tidak pernah melihat seorangpun yang mengerjakan seperti ini kecuali orang-orang Yahudi, dimana Rasulullah s.a.w. sendiri menamakan ini suatu dosa yakni perempuan yang menyambung rambut (adalah dosa)."
Dalam satu riwayat dikatakan, bahwa
Muawiyah berkata kepada penduduk Madinah:
"Di mana ulama-ulamamu? Saya pernah mendengar sendiri Rasulullah s.a.w. bersabda: Sungguh Bani Israel rusak karena perempuan-perempuannya memakai ini (cemara)." (Riwayat Bukhari)
Rasulullah menamakan perbuatan ini zuur
(dosa) berarti memberikan suatu isyarat akan hikmah diharamkannya hal tersebut.
Sebab hal ini tak ubahnya dengan suatu penipuan, memalsu dan mengelabui. Sedang
Islam benci sekali terhadap perbuatan menipu; dan samasekali antipati terhadap
orang yang menipu dalam seluruh lapangan muamalah, baik yang menyangkut masalah
material ataupun moral. Kata Rasulullah s.a.w.:
"Barangsiapa menipu kami, bukanlah dari golongan kami." (Riwayat Jamaah sahabat)
Al-Khaththabi berkata: Adanya ancaman
yang begitu keras dalam persoalan-persoalan ini, karena di dalamnya terkandung
suatu penipuan. Oleh karena itu seandainya berhias seperti itu dibolehkan,
niscaya cukup sebagai jembatan untuk bolehnya berbuat bermacam-macam penipuan.
Di samping itu memang ada unsur perombakan terhadap ciptaan Allah. Ini sesuai
dengan isyarat hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas'ud yang mengatakan
"... perempuan-perempuan yang merombak ciptaan Allah."19
Yang dimaksud oleh hadis-hadis tersebut
di atas, yaitu menyambung rambut dengan rambut, baik rambut yang dimaksud itu
rambut asli ataupun imitasi. Dan ini pulalah yang dimaksud dengan memalsu dan
mengelabui. Adapun kalau dia sambung dengan kain atau benang dan sabagainya,
tidak masuk dalam larangan ini. Dan dalam hal inf Said bin Jabir pernah
mengatakan:
Yang dimaksud [tulisan Arab] di sini
ialah benang sutera atau wool yang biasa dipakai untuk menganyam rambut (jw.
kelabang), dimana perempuan selalu memakainya untuk menyambung rambut. Tentang
kebolehan memakai benang ini telah dikatakan juga oleh Imam
Ahmad.21
8. Semir Rambut
Termasuk dalam masalah perhiasan, yaitu
menyemir rambut kepala atau jenggot yang sudah beruban.
Sehubungan dengan masalah ini ada satu
riwayat yang menerangkan, bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak
memperkenankan menyemir rambut dan merombaknya, dengan suatu anggapan bahwa
berhias dan mempercantik diri itu dapat menghilangkan arti beribadah dan
beragama, seperti yang dikerjakan oleh para rahib dan ahli-ahli Zuhud yang
berlebih-lebihan itu. Namun Rasulullah s.a.w. melarang taqlid pada suatu kaum
dan mengikuti jejak mereka, agar selamanya kepribadian umat Islam itu berbeda,
lahir dan batin. Untuk itulah maka dalam hadisnya yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah, Rasulullah s.a.w. mengatakan:
"Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mau menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka." (Riwayat Bukhari)
Perintah di sini mengandung arti sunnat,
sebagaimana biasa dikerjakan oleh para sahabat, misalnya Abubakar dan Umar.
Sedang yang lain tidak melakukannya, seperti Ali, Ubai bin Kaab dan
Anas.
Tetapi warna apakah semir yang
dibolehkan itu? Dengan warna hitam dan yang lainkah atau harus menjauhi warna
hitam? Namun yang jelas, bagi orang yang sudah tua, ubannya sudah merata baik di
kepalanya ataupun jenggotnya, tidak layak menyemir dengan warna hitam. Oleh
karena itu tatkala Abubakar membawa ayahnya Abu Kuhafah ke hadapan Nabi pada
hari penaklukan Makkah, sedang Nabi melihat rambutnya bagaikan pohon tsaghamah
yang serba putih buahnya maupun bunganya.
Untuk itu, maka bersabdalah
Nabi:
"Ubahlah ini (uban) tetapi jauhilah warna hitam." (Riwayat Muslim)
Adapun orang yang tidak seumur dengan
Abu Kuhafah (yakni belum begitu tua), tidaklah berdosa apabila menyemir
rambutnya itu dengan warna hitam. Dalam hal ini az-Zuhri pernah berkata: "Kami
menyemir rambut dengan warna hitam apabila wajah masih nampak muda, tetapi kalau
wajah sudah mengerut dan gigi pun telah goyah, kami tinggalkan warna hitam
tersebut."22
Termasuk yang membolehkan menyemir
dengan warna hitam ini ialah segolongan dari ulama salaf termasuk para sahabat,
seperti: Saad bin Abu Waqqash, Uqbah bin Amir, Hasan, Husen, Jarir dan
lain-lain.
Sedang dari kalangan para ulama ada yang
berpendapat tidak boleh warna hitam kecuali dalam keadaan perang supaya dapat
menakutkan musuh, kalau mereka melihat tentara-tentara Islam semuanya masih
nampak muda.23
Dan hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Dzar mengatakan:
"Sebaik-baik bahan yang dipakai untuk menyemir uban ialah pohon inai dan katam." (Riwayat Tarmizi dan Ashabussunan)
Inai berwarna merah, sedang katam sebuah
pohon yang tumbuh di zaman Rasulullah s.a.w. yang mengeluarkan zat berwarna
hitam kemerah-merahan.
Anas bin Malik meriwayatkan, bahwa
Abubakar menyemir rambutnya dengan inai dan katam, sedang Umar hanya dengan inai
saja.
9. Memelihara Jenggot
Termasuk yang urgen dalam permasalahan
kita ini, ialah tentang memelihara jenggot. Untuk ini Ibnu Umar telah
meriwayatkan dari Nabi s.a.w. yang mengatakan sebagai berikut:
"Berbedalah kamu dengan orang-orang musyrik, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis." (Riwayat Bukhari)
Perkataan i'fa (pelihara) dalam riwayat
lain diartikan tarkuha wa ibqaauha (tinggalkanlah dan
tetapkanlah).
Hadis ini menerangkan alasan
diperintahkannya untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis, yaitu supaya
berbeda dengan orang-orang musyrik. Sedang yang dimaksud orang-orang musyrik di
sini ialah orang-orang Majusi penyembah api, dimana mereka itu biasa menggunting
jenggotnya, bahkan ada yang mencukurnya.
Perintah Rasulullah ini mengandung
pendidikan untuk umat Islam supaya mereka mempunyai kepribadian tersendiri serta
berbeda dengan orang kafir lahir dan batin, yang tersembunyi maupun yang tampak.
Lebih-lebih dalam hal mencukur jenggot ini ada unsur-unsur menentang fitrah dan
menyerupai orang perempuan. Sebab jenggot adalah lambang kesempurnaan laki-laki
dan tanda-tanda yang membedakan dengan jenis lain.
Namun demikian, bukan berarti samasekali
tidak boleh memotong jenggot dimana kadang-kadang jenggot itu kalau dibiarkan
bisa panjang yang menjijikkan yang dapat mengganggu pemiliknya. Untuk itulah
maka jenggot yang demikian boleh diambil/digunting kebawah maupun kesamping,
sebagaimana tersebut dalam hadis rlwayat Tarmizi. Hal ini pernah juga dikerjakan
oleh sementara ulama salaf, seperti kata Iyadh: "Mencukur, menggunting dan
mencabut jenggot dimakruhkan. Tetapi kalau diambil dari panjangnya atau ke
sampingnya apabila ternyata jenggot itu besar (tebal), maka itu satu hal yang
baik."
Dan Abu Syamah juga berkata: "Terdapat
suatu kaum yang biasa mencukur jenggotnya. Berita yang terkenal, bahwa yang
berbuat demikian itu ialah orang-orang Majusi, bahwa mereka itu biasa mencukur
jenggotnya."24
Kami berpendapat: Bahwa kebanyakan
orang-orang Islam yang mencukur jenggotnya itu lantaran mereka meniru
musuh-musuh mereka dan kaum penjajah negeri mereka dan orang-orang Yahudi dan
Kristen. Sebagaimana kelazimannya, bahwa orang-orang yang kalah senantiasa
meniru orang yang menang. Mereka melakukan hal itu jelas telah lupa kepada
perintah Rasulullah yang menyuruh supaya mereka berbeda dengan orang-orang
kafir. Di samping itu mereka telah lupa pula terhadap larangan Nabi tentang
menyerupai orang kafir, seperti yang tersebut dalam hadisnya yang
mengatakan:
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia itu termasuk golongan mereka." (Riwayat Abu Dawud)
Kebanyakan ahli-ahli fiqih yang
berpendapat tentang haramnya mencukur jenggot itu berdalil perintah Rasul di
atas. Sedang tiap-tiap perintah asalnya menunjukkan pada wajib, lebih-lebih
Rasulullah sendiri telah memberikan alasan perintahnya itu supaya kita berbeda
dengan orang-orang kafir. Dan berbeda dengan orang kafir itu sendiri hukumnya
wajib pula.
Tidak seorang pun ulama salaf yang
meninggalkan kewajiban ini. Tetapi sementara ulama-ulama sekarang ada yang
membolehkan mencukur jenggot karena terpengaruh oleh keadaan dan memang karena
bencana yang telah meluas. Mereka ini berpendapat, bahwa memelihara jenggot itu
termasuk perbuatan Rasulullah yang bersifat duniawiah, bukan termasuk persoalan
syara' yang harus ditaati. Tetapi yang benar, bahwa memelihara jenggot itu bukan
sekedar fi'liyah Nabi, bahkan ditegaskan pula dengan perintah dan disertai
alasan supaya berbeda dengan orang kafir,
Ibnu Taimiyah menegaskan, bahwa berbeda
dengan orang kafir adalah suatu hal yang oleh syara' ditekankan. Dan menyerupai
orang kafir dalam lahiriahnya dapat menimbulkan perasaan kasih dalam hatinya,
sebagaimana perasaan kasih dalam batin dapat menimbulkan perasaan dalam lahir.
Ini sudah dibuktikan sendiri oleh suatu kenyataan dan diperoleh berdasarkan
suatu percobaan.
Selanjutnya ia berkata: Al-Quran, Hadis
dan Ijma' sudah menegaskan terhadap perintah supaya berbeda dengan orang kafir
dan dilarang menyerupai mereka secara keseluruhannya. Apa saja yang kiranya
menimbulkan kerusakan walaupun agak tersembunyi, maka sudah dapat dikaitkan
dengan suatu hukum dan dapat dinyatakan haram. Maka dalam hal menyerupai orang
kafir pada lahiriahnya sudah merupakan sebab untuk menyerupai akhlak dan
perbuatannya yang tercela, bahkan akan bisa berpengaruh pada kepercayaan.
Pengaruhnya ini memang tidak dapat dikonkritkan, dan kejelekan yang ditimbulkan
akibat dari sikap menyerupai itu sendiri kadang-kadang tidak begitu jelas,
bahkan kadang-kadang sukar dibuktikan. Tetapi setiap hal yang menjadi sebab
timbulnya suatu kerusakan, syara' menganggapnya suatu hal yang
haram.25
Dari keterangan-keterangan di atas dapat
kita simpulkan, bahwa masalah mencukur jenggot ini ada tiga
pendapat:
-
Pendapat pertama: Hukumnya haram. Yang berpendapat demikian, ialah Ibnu Taimiyah dan lain-lain.
-
Pendapat kedua: Makruh. Yang berpendapat demikian ialah Iyadh, sebagaimana tersebut dalam Fathul Bari. Sedang ulama lain tidak ada yang berpendapat demikian.
-
Pendapat ketiga: Mubah. Yang berpendapat demikian sementara ulama sekarang.
Tetapi barangkali yang agak moderat dan
bersikap tengah-tengah yaitu pendapat yang menyatakan makruh. Sebab tiap-tiap
perintah tidak selamanya menunjukkan pada wajib, sekalipun dalam hal ini Nabi
telah memberikan alasannya supaya berbeda dengan orang kafir. Perbandingan yang
lebih mendekati kepada persoalan ini ialah tentang perintah menyemir rambut
supaya berbeda dengan orang Yahudi dan Kristen. Tetapi sebagian sahabat ada yang
tidak mengerjakannya. Oleh karena itu perintah tersebut sekedar menunjukkan
sunnat.
Betul tidak ada seorang pun ulama salaf
yang mencukur jenggot, tetapi barangkali saja karena mereka tidak begitu
memerlukan, karena memelihara jenggot waktu itu sudah menjadi kebiasaan
mereka.
10. Tarian dan Seni Tubuh
Islam tidak dapat menerima apa yang
disebut pekerjaan tarian hot dan semua pekerjaan yang dapat menimbulkan ghairah,
seperti nyanyian-nyanyian porno dan sandiwara kosong. Semua permainan macam ini,
sekalipun oleh sementara orang dianggap seni atau dikatakan kemajuan dan
sebagainya dari nama-nama yang cukup menyesatkan orang.
Islam mengharamkan semua macam hubungan
lain jenis di luar perkawinan. Begitu juga setiap omongan atau pekerjaan yang
dapat membuka pintu yang ada hubungannya dengan perbuatan haram. Inilah rahasia
dilarangnya zina oleh al-Quran, yaitu dengan ungkapan yang ampuh
sekali:
"Jangan kamu mendekati zina, karena sesungguhnya dia itu kotor dan cara yang tidak baik." (al-Isra': 32)
Islam tidak cukup melarang jangan
berzina, tetapi dilarang mendekatinya.
Semua yang kami sebutkan di atas dan apa
yang dikenal oleh orang banyak sebagai perbuatan yang dapat membangkitkan
syahwat, adalah termasuk kalimat fahisyah (kotor). Bahkan dapat menggerakkan dan
mendorong orang untuk berbuat kotor. Alangkah jeleknya usaha mereka
itu.